Artikel berjudul “The Tradition of Islamic Philanthropy in Indonesia: Harmony Between Faith and Social Culture”ditulis oleh tiga akademisi dari perguruan tinggi Islam di Indonesia, yaitu Faisal Hidayat dari Universitas Islam Negeri Syech Djamil Djambek Bukittinggi, Muhammad Dedat Dingkoroci Akasumbawa dari Universitas Islam Negeri Yogyakarta, dan Abdullah Sahroni dari Universitas Islam Negeri Raden Fattah Palembang. Tulisan ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Asian Journal of Muslim Philanthropy and Citizen Engagement, volume 1 nomor 1 tahun 2025 dengan e-ISSN 3089-8323, yang diterbitkan oleh MD Research Center Yogyakarta.
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam bagaimana tradisi filantropi Islam yang meliputi zakat, infak, dan wakaf berperan dalam membangun harmoni antara ajaran agama dan budaya sosial masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian pustaka (literature review) untuk menelaah bagaimana praktik filantropi Islam tidak hanya dijalankan sebagai kewajiban keagamaan, tetapi juga menjadi kekuatan sosial yang terintegrasi dengan nilai-nilai lokal seperti gotong royong, kekeluargaan, dan solidaritas sosial. Penulis menyoroti bahwa penerapan nilai-nilai Islam dalam konteks masyarakat Indonesia yang kaya akan tradisi kolektif telah menciptakan bentuk filantropi yang unik dan sangat kontekstual.
Salah satu poin utama yang diangkat adalah bahwa zakat, infak, dan wakaf bukanlah praktik yang berdiri sendiri, tetapi berkelindan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Zakat yang semula bersifat ibadah individu ternyata memberikan dampak signifikan dalam pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan jika dikelola secara sistematis. Infak yang bersifat sukarela memberikan fleksibilitas dalam membantu sektor-sektor sosial yang membutuhkan, sementara wakaf, terutama wakaf tunai, berkembang menjadi instrumen jangka panjang yang menopang pembangunan infrastruktur sosial seperti sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya. Dengan integrasi yang tepat, ketiganya mampu menjadi fondasi ekonomi Islam yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
Seiring dengan kemajuan teknologi, praktik filantropi Islam pun mengalami transformasi signifikan. Penggunaan platform digital seperti zakat online, crowdfunding, serta adopsi teknologi blockchain dalam pengelolaan wakaf telah meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam distribusi dana sosial. Teknologi memungkinkan transaksi dilakukan lebih cepat dan data dikelola secara sistematis. Namun, penulis juga menekankan bahwa kemajuan ini tidak boleh menghilangkan nilai-nilai sosial dan budaya yang melekat pada praktik filantropi tradisional. Misalnya, dalam masyarakat Indonesia yang masih kuat dengan budaya musyawarah dan gotong royong, pendekatan digital harus tetap mengakomodasi aspek partisipatif dan kebersamaan dalam pengambilan keputusan dan distribusi manfaat.
Meskipun teknologi memberi banyak kemudahan, tantangan tetap muncul dalam hal kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Banyak lembaga zakat dan wakaf di daerah masih mengalami keterbatasan dalam penguasaan teknologi dan belum memiliki sistem manajemen yang memadai. Hal ini dapat menghambat efektivitas penyaluran dana dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola filantropi. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan, peningkatan kapasitas kelembagaan, serta dukungan regulasi yang kuat untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat dan wakaf secara digital. Peran negara juga sangat krusial dalam memastikan integrasi antar lembaga serta mendorong inovasi kebijakan untuk memperluas jangkauan manfaat sosial filantropi Islam.
Kepercayaan publik menjadi faktor kunci keberhasilan pengelolaan zakat dan wakaf, terutama di era digital. Penulis menyoroti pentingnya transparansi, pelaporan terbuka, serta komunikasi yang efektif antara lembaga filantropi dan masyarakat sebagai upaya membangun hubungan yang sehat dan berkelanjutan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pemanfaatan teknologi blockchain untuk menciptakan sistem pencatatan transaksi yang aman dan tidak bisa dimanipulasi. Selain itu, penggunaan media sosial sebagai sarana edukasi dan pelibatan publik juga dipandang penting untuk menjangkau generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi. Dengan memberikan informasi secara terbuka dan membangun keterlibatan emosional, lembaga filantropi dapat memperluas partisipasi publik dan meningkatkan efektivitas program sosial.
Pendidikan publik tentang prinsip-prinsip dasar filantropi Islam juga menjadi elemen penting dalam membangun ekosistem yang sehat. Banyak generasi muda yang belum memahami sepenuhnya nilai strategis dari zakat, infak, dan wakaf dalam konteks pembangunan sosial. Oleh karena itu, integrasi konsep filantropi ke dalam kurikulum pendidikan Islam serta kampanye digital yang edukatif perlu digencarkan. Hal ini akan membantu membangun kesadaran kolektif dan menjamin keberlanjutan praktik filantropi Islam di masa depan.
Sebagai kesimpulan, artikel ini menyampaikan bahwa filantropi Islam di Indonesia memiliki potensi besar dalam mendorong pembangunan sosial-ekonomi yang adil dan inklusif, terutama bila dikelola dengan mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, kearifan lokal, dan teknologi modern. Kunci keberhasilan filantropi Islam terletak pada kemampuannya untuk menyeimbangkan dimensi spiritual, sosial, dan digital tanpa mengorbankan salah satu unsur. Kolaborasi antara lembaga keagamaan, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil diperlukan untuk membangun tata kelola filantropi yang transparan, adaptif, dan berdampak jangka panjang. Dengan demikian, filantropi Islam tidak hanya menjadi sarana ibadah individual, tetapi juga kekuatan kolektif untuk perubahan sosial yang lebih luas.