Bulan Ramadhan adalah momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai waktu untuk meningkatkan ibadah dan spiritualitas, Ramadhan juga membawa dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan lingkungan. Secara ekonomi, bulan ini sering dikaitkan dengan peningkatan konsumsi, baik dalam hal makanan, energi, maupun barang konsumtif lainnya. Namun, di balik kemeriahan tersebut, sering kali terjadi pemborosan yang bertentangan dengan prinsip kesederhanaan yang diajarkan Islam. Dalam perspektif Islam, keseimbangan dan keberlanjutan merupakan prinsip utama dalam menjalani kehidupan. Islam mengajarkan konsep wasathiyah (moderat) dalam segala aspek, termasuk dalam konsumsi dan pengelolaan sumber daya. Oleh karena itu, gagasan ekonomi hijau yang menekankan pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan menjadi relevan dalam konteks Ramadhan. Dengan menerapkan ekonomi hijau, umat Muslim dapat menjalani ibadah puasa dengan lebih bijak, mengurangi pemborosan, dan memaksimalkan keberkahan Ramadhan.
Ramadhan sejatinya mengajarkan pengendalian diri (mujahadah an-nafs), namun fenomena konsumsi berlebihan justru menjadi realitas yang sering terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga Muslim meningkat sekitar 30-50% selama bulan Ramadhan. Pasar tradisional dan supermarket dipenuhi dengan masyarakat yang membeli bahan makanan dalam jumlah besar. Takjil dan makanan berbuka sering kali dibeli dalam jumlah berlebihan, yang pada akhirnya berujung pada pemborosan. Selain itu, limbah pangan meningkat secara signifikan selama Ramadhan. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), negara-negara mayoritas Muslim mengalami peningkatan drastis dalam limbah makanan akibat makanan yang tidak habis, penyajian berlebihan, serta kurangnya kesadaran dalam pengelolaan sisa makanan.
Selain masalah konsumsi makanan, peningkatan konsumsi energi juga menjadi tantangan selama bulan Ramadhan. Lampu-lampu hias khas Ramadhan menyala sepanjang malam, sementara pendingin udara digunakan secara berlebihan untuk mengatasi panas saat berpuasa. Begitu juga dengan penggunaan air yang meningkat drastis untuk berwudhu, memasak, serta mencuci peralatan makan. Tidak hanya itu, pasar takjil dan restoran berbuka puasa juga menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar akibat penggunaan kemasan sekali pakai. Semua ini menunjukkan bahwa tanpa pengelolaan yang baik, bulan Ramadhan justru dapat berkontribusi pada peningkatan jejak ekologis yang merugikan lingkungan.
Konsep ekonomi hijau memiliki keselarasan dengan prinsip-prinsip Islam dalam mengelola sumber daya alam secara bijak dan berkelanjutan. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi (khalifatullah fil ardh), yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan ekologi dan menghindari kerusakan lingkungan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan” (QS. Al-A’raf: 31). Ayat ini menegaskan pentingnya menghindari pemborosan dalam konsumsi, baik dalam hal makanan, energi, maupun sumber daya lainnya. Untuk menerapkan ekonomi hijau selama bulan Ramadhan, diperlukan langkah-langkah konkret yang dapat membantu mengurangi konsumsi berlebihan dan memaksimalkan keberkahan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah konsumsi berkelanjutan. Umat Muslim dapat mengurangi pembelian makanan secara berlebihan, memasak secukupnya, serta menghindari makanan yang mengandung banyak bahan pengawet dan lebih memilih bahan makanan lokal yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, menyimpan sisa makanan dengan baik agar bisa dikonsumsi kembali dapat menjadi solusi untuk mengurangi limbah pangan.
Selain konsumsi berkelanjutan, pengelolaan limbah yang bijak juga menjadi kunci dalam menerapkan ekonomi hijau selama Ramadhan. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dengan membawa wadah sendiri saat membeli makanan di luar, memanfaatkan sisa makanan untuk didonasikan kepada yang membutuhkan, serta memilih produk yang memiliki kemasan ramah lingkungan adalah beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan. Selain itu, penggunaan energi yang hemat juga dapat diterapkan, seperti mengurangi penggunaan listrik dengan mematikan lampu dan peralatan elektronik yang tidak digunakan, mengoptimalkan penggunaan air saat berwudhu, serta menggunakan peralatan hemat energi seperti lampu LED dan memanfaatkan cahaya alami pada siang hari. Filantropi hijau juga dapat menjadi bagian dari implementasi ekonomi hijau selama bulan Ramadhan. Umat Muslim dapat mengalokasikan zakat, infaq, dan sedekah untuk program berbasis lingkungan, seperti wakaf pohon atau bantuan ekonomi bagi petani lokal. Selain itu, mendukung gerakan sedekah makanan dengan membagikan makanan sehat dan bergizi kepada kaum dhuafa serta berpartisipasi dalam program pengelolaan limbah berbasis komunitas di masjid atau lingkungan sekitar juga merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung ekonomi hijau.
Menerapkan ekonomi hijau selama bulan Ramadhan membawa berbagai manfaat, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun spiritual. Secara ekonomi, mengurangi pemborosan berarti meningkatkan efisiensi keuangan dan membantu distribusi kekayaan yang lebih merata di masyarakat. Dari segi sosial, dengan menyalurkan makanan berlebih kepada yang membutuhkan, semangat solidaritas dan kepedulian sosial semakin meningkat. Sementara itu, dari segi lingkungan, ekonomi hijau membantu mengurangi limbah dan pencemaran lingkungan dengan pola konsumsi yang lebih ramah lingkungan. Dari aspek spiritual, mempraktikkan ajaran Islam tentang kesederhanaan dan pengelolaan sumber daya dengan bijak dapat memperkuat hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Ekonomi hijau di bulan Ramadhan bukan hanya sekadar tren, tetapi merupakan bagian dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya keseimbangan, kesederhanaan, dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Dengan menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan, mengelola limbah dengan bijak, serta mendukung filantropi berbasis lingkungan, umat Muslim dapat menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk perubahan positif. Dengan demikian, Ramadhan tidak hanya menjadi bulan ibadah yang penuh keberkahan, tetapi juga menjadi kesempatan untuk mewujudkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan demi kebaikan umat manusia dan kelestarian bumi.
